Posts Tagged ‘Pemikiran’

Setelah berkali-kali mempromosikan unsur budaya Indonesia dalam iklan-iklan pariwisatanya, (swasta) Malaysia kembali menampar muka pemerintah mereka sendiri dengan menayangkan iklan berisi gambar Tari Pendet Bali, Bunga Raflesia Arnoldi Sumatra, dan wayang kulit.

Kontan saja Menbudpar Jero Wacik melayangkan protes resmi pemerintah Indonesia kepada pemerintah Malaysia. Pemerintah Malaysia berjanji akan segera menindak swasta bersangkutan dan menarik iklan tersebut dari Discovery Channel.

Pertanyaannya sekarang, apakah hal tersebut cukup ? Apakah langkah tersebut akan menjamin pihak swasta Malaysia tersebut berhenti menggesek emosi rakyat Indonesia ? Jawabnya, tidak ada jaminan.

Karena itu kami mendukung langkah lanjutan terhadap trik-trik dagang ngawur semacam itu. Misalnya, ‘balasan’ terhadap swasta Malaysia tersebut dengan cara mengadakan Festival Tari Pendet yang diikuti para turis mancanegara di Bali. Lalu Paket Wisata Raflesia Arnoldi gratis bagi wartawan mancanegara. Mungkin juga festifal wayang kulit internasional yang diadakan di Indonesia. Atau apa sajalah yang bisa membuat pembalikan terhadap iklan tersebut secara konstruktif.

Apakah perlu mematenkan hal-hal unik Nusantara sehingga langkah antisipasi  hukum akan berhasil ? Kami kira tidak perlu semua harus dipatenkan. Karena tujuan langkah antisipasi hukum bukanlah untuk memenangkan klaim tertentu, namun sekedar untuk membangun wacana dunia internasional agar terlihat kebenaran muncul ke permukaan sekaligus, ke dalam, mendidik anak bangsa Indonesia bahwa pemerintah tidak berdiam diri dan sekedar menegur.

Kemenangan atau kekalahan di pengadilan, seperti pada kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan akan membawa kesadaran baru kepada rakyat Indonesia bahwa kita demikian banyak tertinggal dalam urusan hukum internasional. Suka atau tidak, hal menyesakkan ini semoga memacu setiap anak bangsa Indonesia untuk menjadi lebih kuat dan peduli terhadap kehormatan bangsa.

Itulah sebabnya kasus Ambalat bisa mencapai keseimbangannya setelah pemerintah kita mengerahkan kapal perang ke perbatasan. Gertakan harus dibalas gertakan. Sambal obatnya air yang cukup panas 🙂 (Eh jangan sampai sambal trasi diklaim Malaysia juga, sebab kalau tidak, berarti benar Malaysia: Trully Asia .. lan.)

Empat hari menjelang deklarasi Capres-Cawapres partai Demokrat, nama Boediono memperoleh momentum lebih besar karena berita kedekatan PD dan PDIP. Pak Boed dianggap sebagai jembatan penghubung antara PD dan PDIP, demikian menurut pendapat pengamat politik LIPI Syamsudin Haris.

Apakah ini berarti Pak Boed akan dicawapreskan oleh partai Demokrat ? Menurut pendapat kami, belum tentu. Hal-hal ini harus dijawab terlebih dahulu:

1. Apakah Partai Demokrat akan mengambil resiko kemungkinan timbulnya perpecahan partai-partai pendukung koalisi akibat masuknya PDIP yang seolah diistimewakan ? Kami kira tidak.

2. Kalau jumlah kursi DPR-RI yang diperoleh koalisi partai Demokrat telah mencapai 56,07%, apakah sangat perlu tambahan kursi dengan masuknya PDIP ? Kami kira juga tidak.

3. Apakah SBY akan mengambil resiko tidak perlu dengan “mengganggu” integritas BI yang telah mantab dipimpin tokoh sekaliber Pak Boed, setelah krisis kepemimpinan BI kemarin yang ditolak DPR ? Kami yakin jawabnya juga tidak.

Kami menduga PD mendekat ke PDIP murni hanya untuk mencairkan hubungan Pak SBY dan Ibu Mega, mengingat dengan Pak Kalla sudah mencair terlebh dahulu.

Mengenai Ibu Sri Mulyani. (added by Uniqueopini):

Pak SBY telah mengatakan bahwa akan mengambil tokoh yang tidak membuat perpecahan di tubuh koalisi. Karena itu calon dari profesional yang kemudian menguat. Tinggal diurut kacang mana yang terbaik.

Mengenai Pak Boed (added by Uniqueopini):

Pak SBY tidak mungkin mengambil tokoh Golkar atau yang didukung Golkar, selain pak Kalla jika hal itu menimbulkan komplikasi politik di tubuh Golkar. Hal yang sama logikanya bisa diterapkan pada PDIP. Apakah internal PDIP bisa menerima diwakili pak Boed ? Dan apakah pak Boed-nya yang bereputasi netral mau menjadi simbol keterwakilan PDIP ?

Update: Tulisan ini telah dikoreksi dalam tulisan kami disini.

_________________________________________________________

Sebelum pemilu legislatif digelar, survey dari SRI menunjukkan adanya penurunan suara PKS. Kalau tahun 2004 mencapai 7,34%, maka survey menunjukkan penurunan sedikit menjadi 6,3% pada Oktober 2008. Dan disurvey terakhir Minggu tanggal 5 April 2009 menurun lagi menjadi 4.9% (dgn kemungkinan error naik turun sebesar 2,3%). Trend ini tidak akan terlalu berarti jelek bagi PKS karena pada pemilu 99, PKS hanya mengumpulkan suara dibawah 2%, sedangkan usia PKS masih cukup muda.

Namun sebaliknya ini kabar buruk bagi Tifatul Sembiring dan Anis Matta, ketua dan sekjen PKS, karena target Munas yang diinginkan sebenarnya adalah 20% atau sejajar dengan partai-partai besar lainnya seperti Golkar, PDI-P, ataupun Demokrat. Berarti kepemimpinan ini akan dianggap gagal. Mungkin akan sulit akan terpilih kembali. (Meskipun juga itu tidak terlalu menjadi masalah bagi PKS secara internal karena PKS adalah partai kader yang tidak harus identik dengan Figur / Tokoh)

Namun secara eksternal, ini menunjukkan sinyal kepada publik kekurangan strategi PKS. Apakah kekurangan PKS yang utama ? Figur/Tokoh berkelas nasional yang dimarketingkan dengan baik. Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Anis Matta, dll kurang cukup diasosiasikan dengan kata “Leadership” sehingga meskipun kader PKS yang menjadi caleg sangat kompak, namun tanpa kejelasan kepemimpinan dan karya yang menonjol di tingkat nasional, akan banyak berpengaruh terhadap perolehan suara partai. Mengapa ? Karena Partai lain telah sampai pada hipotesa ini jauh-jauh hari.

Kemenangan Demokrat banyak sekali ditentukan oleh figur SBY. Meskipun banyak caleg Demokrat masih berupa tanda tanya buat publik, namun leadership SBY -lah terutama yang mampu mengkatrol mereka. Langkah yang cerdik dari Demokrat (atau cuma kebetulan saja). Survey terakhir menunjukkan keunggulan s/d 24% bagi partai demokrat. (Jika yang disurvey pada datang semua ke bilik suara).

Iklan PKS yang menonjolkan tokoh non PKS pada iklan kontroversial beberapa waktu yang lalu, turut menegaskan image partai yang berspektrum terlalu luas tanpa differensiasi yang jelas yang akan mampu menusuk benak publik. PKS malah terlihat sebagai partai yang tidak percaya kemampuan kadernya (meskipun akhirnya ada iklan yang menonjolkan Anton Apriantono, namun mungkin masih kalah level dengan SBY maupun JK, dan mungkin sudah terlambat). Padahal mungkin tujuan iklan tersebut adalah menghapus kesan Islam-Centric menuju Islam-Nasionalis, namun tangkapan publik jauh panggang dari api.

Kedua, tentang iklan PKS yang menyatakan bahwa PKS -lah satu-satunya Partai yang mengembalikan uang korupsi sebesar sekian milyar. Kami melihat ini blunder, karena berarti PKS mengakui melakukan korupsi. Pemilih baru akan hesitated / ragu dengan fakta ini.

Kami meyakini, PKS sebenarnya telah memasang sensor indikator untuk memonitor faktor tokoh atau figur ini. Tapi mungkin mereka cukup puas “menerima” kenyataan bahwa ternyata tidak ada satupun tokoh PKS yang cukup kuat mengkatrol suara partai. Dan mungkin yang malah tidak diduga PKS adalah kenyataan bahwa ketiadaan tokoh yang kuat justru akan membuat bleeding terhadap suara PKS, karena pada saat bersamaan swing voter tersedot ke arah tokoh kuat partai lain.

Mungkin inilah dilema partai kader yang kuat. Sangking kuatnya kader, sampai-sampai figur tokoh ‘tenggelam’ oleh imaji para kadernya yang solid. Hal ini mirip dengan kekuatan massa NU sewaktu dipegang Idham Chalid, sebelum akhirnya muncul pendekar dari Jombang: Gus Dur yang merubah peta pengkaderan NU, dengan cara berani mengambil resiko ‘keluar’ dari fatsun politik NU dengan mendirikan FORDEM, Petisi50, dll (sebagai langkah responsif isue-isue kebangsaan diluar urusan ke-NU-an).

Sebagai Partai berbasis kader, PKS telah menunjukkan bukti yang positif. Lihatlah setiap contest SMS, kebanyakan PKS unggul menunjukkan network PKS yang kuat yang terjalin baik dan tidak ketinggalan jaman. Tinggal bagaimana kader-kader ini menembak sasaran yang tepat dan dengan cara yang tepat di level kebangsaan karena ada inspirator visioner di depan yang memimpin jalan.

_________________________________________________

Dalam wawancara beliau dengan wartawan (8 Maret 2009), meskipun Golkar belum memastikan kemenangan pemilu legislatif, Jusuf Kalla (JK) akhirnya memastikan untuk maju sebagai calon Presiden dari partai Golkar.

Alasan JK adalah dengan melihat karier politik beliau yang mulai dari bawah, maka adalah wajar atau merupakan konsekuensi logis jika setelah Wapres maka JK melihat posisi Presiden sebagai tahapan berikutnya dari karier politik beliau. Bukan karena ambisi politik atau ketidakpuasan dlsbgnya, melainkan murni sebagai langkah berikut dari sebuah tahapan. (Nice move)

Yang hendak kami (politik19) soroti adalah sudut pandang ramalan Jayabaya (Joyoboyo):

1. Dalam serat Jayabaya disebutkan bahwa sewaktu Satria Piningit memimpin Nusantara, Sang Satria akan didampingi 2 orang tokoh unik yang menempati posisi sejarah tersendiri dalam perjalanan Nusantara.

Kutipan Serat Jayabaya bagian akhir:

didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong

Dua tokoh tersebut adalah Sabdo Palon dan Noyogenggong. Kami meyakini, Sabdo Palon ini adalah Jusuf Kalla. Mengapa? Karena Sabdo Palon bermakna “Sabhad” = penasehat raja dan “payon” = berasal dari bawah. Sewaktu JK diangkat jadi Wapres, beliau belumlah menjadi Ketua Umum Golkar.

Strategi JK dalam pemilu capres nampaknya adalah dengan mengangkat tema “Bersama kita bisa adalah baik, namun lebih cepat adalah lebih baik”. Strategi lainnya adalah dengan menampilkan image Islami dengan banyak mengatakan istilah-istilah agama dalam setiap kesempatan bertemu publik. Mungkin ini ditujukan untuk merangkul suara mengambang partai Hijau atau Hijau-Nasionalis yang tidak punya figur cukup kuat untuk maju sebagai presiden (PKS/PKB/PPP).

2. Informasi berikutnya dari serat Jayabaya mengenai Sabdo Palon adalah, bahwa beliau akan memperoleh “malu”. Tidak dijelaskan dalam serat Jayabaya mengenai mengapa Sabdo Palon memperoleh malu. Namun kuat dugaan kami, bahwa JK akan gagal dalam pemilu presiden dan karena itu ia “malu”. Mungkin malu terhadap sang Satria Piningit, mungkin malu terhadap basis pendukungnya. Kami tidak mengetahui dengan pasti. (namun nantinya, “kader” Sabdo Palon ini (ramal Jayabaya) akan menjadi Satria ketujuh (Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu)).

Hasil survei terakhir (maret 2009( dari SRI (bukan LSI) menunjukkan popularitas JK masih berada di kisaran 5% atau sama dengan popularitas Prabowo. Sedangkan SBY ada di atas 20%.

_____________________________________________

3. Hal menarik lainnya adalah siapakah Noyogenggong ? SBY pernah mengatakan dalam wawancara dengan wartawan setelah JK mendeklarasikan maju sebagai Capres Golkar bahwa jika JK jadi maju, maka bagaimanakah kriteria cawapres pengganti JK ? Beliau menyebutkan 3 kriteria umum yang tidak mengarah secara khusus kepada siapapun: Integritas, Capabilitas, dan Chemistry.

Dalam bahasa Jawi Kuno (sankrit) “noyo” berarti “adil/fair/jujur” dan “genggong” berarti “menggenjot”. Jadi siapapun cawapres SBY nantinya, kami perkirakan adalah tokoh yang mampu menggenjot perolehan suara SBY. (Berbeda 180 derajat dengan figur JK yang tidak terlalu menentukan perolehan suara SBY)

Hal ini nampaknya akan tepat sekali menggambarkan posisi SBY saat ini. Kalau dahulu sebelum JK maju, konsentrasi pemilih hanya terfokus kepada 2 Figur, yakni SBY dan Mega. Maka sekarang ada kandidat ketiga tak terduga yakni JK, yang cukup “menohok” kekuatan SBY dalam kompetisinya dengan Mega.

Dua kemungkinan bisa terjadi:

1. jika Partai Demokrat menang pemilu (1) (2), maka posisi wapres bisa diisi orang partai demokrat sendiri, karena partai pendukung koalisi akan mungkin ditempatkan diposisi menko dan menteri (agar fair/adil). Maka bisa terjadi Anas Urbaningrum atau Andy Malaranggeng yang maju sebagai Wapres.

UPDATE 3 APRIL 2009:

Atau bisa juga terjadi SBY akan memilih wapres yang sama sekali tidak terkait perpartaian (karena DPR telah termanage), dan seiring efek “menggenjot” maka figur ini bisa-bisa munculnya mengejutkan banyak orang namun sangat didukung rakyat.

2. jika Partai Demokrat tidak menang pemilu, maka kemungkinan besar wapresnya akan berasal dari lintas partai. Bisa dari PKS, PKB, atau dari PAN/PPP.

partyposition

Posisi suara partai Oktober 2008

PD + PKS + PKB = 24,1%. Cukup tipis untuk memenangkan pemilu presiden. Siapakah Noyogenggong ? Dari PKS ? Ada Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Anton Apriantono, dan Adyaksa Dault. Dari PKB? Ada Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy.

Namun dugaan kami mengarah kepada ia adalah tokoh PDIP atau Golkar yang bisa diterima oleh PKS dan PKB. Jika ada tokoh PDIP atau Golkar yang tidak segaris dengan pimpinan partainya, bergerak mendekati PKS atau PKB, kemungkinan besar dialah orangnya. Ramuan ini akan cukup mujarab untuk menggenjot suara SBY. Jika dan hanya jika Partai Demokrat kalah dalam pemilu legislatif.

Siapakah dia ? Setidaknya ada Fadel Muhammad dari Golkar yang bersebrangan dengan JK. Sedangkan Sultan sekarang cenderung netral. Dan dari PDI-P tidak ditemui tokoh yang cukup menonjol selain yang telah mendirikan partai baru seperti Roy BB Janis atau Laksamana Sukardi.

Kalau SBY berduet dengan Fadel, maka akan seperti duet Clinton-Al Gore. Perfect combination. Fadel kompatibel dengan JK yang juga pengusaha sukses berpengalaman, berprestasi sangat baik di Gorontalo, dan penampilannya menarik (seperti Al Gore).

Update 24 Maret 2009:

Satu lagi kemungkinan pendekatan terhadap “mampu menggenjot perolehan suara” adalah dengan berpikir “out of the box” tanpa memikirkan konstelasi politik perpartaian kita, namun mencoba berpikir dalam kerangka lebih besar. Misalnya:

Kalau SBY dilahirkan di Pacitan, maka bisa terjadi Wapresnya berasal dari luar Jawa. Nama yang masuk kategori ini adalah Fadel Muhammad (Ternate), Andy Malaranggeng (Makassar), dan Sri Mulyani Indrawati (Tanjung Karang Lampung)

Kalau berpikir Pria-Wanita, maka cuma Sri Mulyani yang masuk.

UPDATE 3 APRIL 2009:

Tambahan untuk jika Partai Demokrat menang pemilu:

Atau bisa juga terjadi SBY akan memilih wapres yang sama sekali tidak terkait perpartaian (karena DPR telah termanage), dan seiring efek “menggenjot” maka figur ini bisa-bisa munculnya mengejutkan banyak orang namun sangat didukung rakyat.

Mari berpikir kreatif tanpa sekat-sekat logika:

1. Dinno Patti Jalal=seorang diplomat karir yang cemerlang dan loyal terhadap Republik Indonesia. Beliau turut mendirikan modernisator.org yang diharapkan menjadi katalis perubahan bagi generasi muda Indonesia (Sumpah Pemuda 2).

2. Barnabas Suebu=Gubernur Irian Barat saat ini. Sarjana hukum yang usianya sebenarnya lebih muda daripada Pak Jusuf Kalla. Kalau jadi wapres akan mengejutkan dan kami yakin punya efek positif terhadap Nusantara. Pertama karena beliau orang yang cerdas, diplomat ulung, dan seorang pekerja keras. Kedua karena issue Indonesia Timur yang tertinggal akan memperoleh momentum perubahan drastis menuju arah positif.

_____________________________________________________

Meski baru terjadi (diramalkan terjadi) pada masa kepemimpinan Satria Boyong Pambukaning Gapura 10-20 tahun lagi, namun diskusi lokasi mana yang bisa dijadikan ibukota negara akan menarik dibicarakan mulai sekarang.

Kami terpikir 2 lokasi ini:

1. Palangkaraya (letaknya ditengah-tengah pulau Kalimantan), kota ini adalah kota yang dimulai dari nol. Awalnya hutan yang dibangun menjadi kota atas perintah Bung Karno. Kota ini direncanakan oleh Bung Karno sebagai ibukota negara yang “bebas” dari image kolonialisme Belanda. Ide yang mulia. Palangkaraya direncanakan dengan baik dan terletak di pinggir sungai Kahayan. Tepatnya, dialiri sungai Kahayan di tengh kotanya. Cuma perlu dipikirkan mengenai hutannya, setiap satu pohon yang ditebang harusnya diganti 10 lagi yang baru di tempat lain 🙂

2. Kutai Kartanegara (tempat dimana kerajaan tertua di Indonesia)

Indonesia Permai

Indonesia Permai

Namun mungkin yang lebih menarik adalah akibat dari pemindahan tersebut:

1. Beban Jakarta sebagai ibu yang “banyak anak” akan terkurangi.

2. Jakarta bisa menjadi pusat keuangan, ibukota baru sebagai pusat pemerintahan. Mungkin Bandung dan Malang bisa menjadi pusat industri kreatif, Gresik, Ambon, dan Biak menjadi pusat perdagangan , Makassar dan Riau sebagai pusat industri maritim, Irian, Riau dan NTT menjadi pusat industri pertambangan, Sumatra menjadi sentra-sentra perkebunan, dan Bali-Lombok tetap sebagai pusat industri wisata. Akan menarik bukan ?

3. Indonesia tidak identik dengan Jawa

4. Jakarta tidak lagi identik dengan pusat kekuasaan yang menjadi tujuan “demo” dan bisa mengganggu ekonomi.

5. Indonesia menjadi negara maju bahagia yang bisa memilah-milah masalah dan tidak dirundung masalah bertumpuk yang tidak perlu. Bayangkan sebuah keluarga yang didalamnya ada 3 anak, 3 menantu dan 12 cucu berkumpul di rumah eyang yang sering kebanjiran? Pasti banyak masalah yang nggak perlu. Kalau anak-menantu belum mau mandiri, eyangnya saja yang pindah 🙂

Eksperimentasi Indonesia dalam pemilu sebenarnya cukup menarik untuk dicermati. Jika dilihat sejarahnya, keputusan untuk memilih presiden secara langsung sebenarnya tidak ada acuan khusus yang menjadi role model. Kalau kita melihat Amerika, maka pemilihan presiden secara langsung yang murni dan kokoh memang baru dilakukan oleh Indonesia. Di Amerika yang dianggap sebagai “penemu” demokrasi modern, rakyat masih memilih perwakilan yang nantinya perwakilan tersebut akan memilih presiden, sehingga terbuka lebar peluang dagang sapi di antara electroler. Lebih masuk akal gagasan untuk pemilihan presiden secara langsung ini sebenarnya berasal dari budaya masyarakat Indonesia sendiri yakni pemilihan kepala desa secara langsung. Tidak ada simbol partai, langsung tokoh bersangkutan yang dipilih oleh rakyat.

Lompatan sistem demokrasi ini memang masih harus ditunggu apakah nantinya akan stabil atau malah mengundang masalah. Mengingat meski Presiden dan Wakil Presiden telah dipilih langsung, namun pemilihan anggota DPR belum disetel sama atau masih tidak sinkron. Bisa menjadi hal yang menarik ke depannya jika seorang presiden yang terpilih dari sebuah pemilihan putaran kedua mungkin akan memperoleh 51% lebih dari suara rakyat, sementara partai-partai hanya menempuh satu kali putaran saja dalam proses pemilu. Jika melihat sejarah, partai paling besar hanya akan mampu mengumpulkan 30% lebih suara.

Akan lebih menarik jika sebuah keputusan Presiden ditentang oleh partai terbesar DPR, presiden bisa mengatakan bahwa ia didukung 51% lebih suara sedangkan partai terbesar tersebut hanya 30% lebih suara. Secara matematika sederhana, partai tersebut tidak pada tempatnya menentang, karena ia kalah dukungan.

Untuk contoh presidential Susilo Bambang Yudhoyono, strategi mengambil dukungan Golkar dengan cara politik “undur-undur”, mungkin saja tidak terjadi di pemilu berikutnya. Hal ini akan menjadi pertarungan kekuatan yang menarik. Seorang Presiden vs Sebuah Partai, pada akhirnya akan dimenangkan oleh Presiden. Mengapa ? Karena sistem Pemilu DPR belum semaju sistem Pemilu Presiden. Secara politis, partai terbesar yang menentang Presiden atau beroposisi akan melakukan “bunuh diri” politik karena menentang 51% lebih dukungan rakyat.

Bagaimana pendapat anda ?

(Politik undur-undur : biasanya seorang tokoh menjadi pejabat politik karena menumpang gerbong partai politik tertentu. Dalam kasus Golkar-Yusuf Kalla, yang terjadi kebalikannya, Yusuf Kalla jadi Wapress dahulu baru jad ketua partai).

UPDATE 11 Oktober 2008 : Seri 1

Ditulis pertama tanggal 7 Agustus 2008 :

Meskipun kami memprediksi kemunculannya masih cukup lama, (kami prediksikan tahun 2009 ini SBY masih akan terpilih kembali), namun kemunculan Satria Lelono Tapa Ngrame akan mulai kami monitor mulai sekarang.

Di tulisan ini kami akan mengupdate sewaktu-waktu monitoring kami terhadap tokoh yang tampil dan namanya berakhiran “go”. Dan tujuan kami adalah apakah tulisan berseri kami ini bisa menjadi tulisan jurnal prediksi yang tepat.

Jika anda memiliki informasi atau ingin ikut saran gagasan, anda bisa melakukan pengisian comment dan insya’allah kami akan menambahkan update. Nama anda bisa kami rahasiakan jika anda menginginkannya.

Selain itu anda bisa memberikan vote pada sidebar kami untuk ciri-ciri spesifik dari tokoh ini menurut penilaian anda.

-0-

Namun sebelumnya kami akan deskripsikan ciri-ciri dari tokoh yang bergelar Satria Lelana ini.

Sebelum menjadi Presiden : dikenal sebagai tokoh yang suka berkelana. Tentu luas maknanya. Bisa berkelana ke luar negeri. Berkelana dari lembaga ke lembaga. Atau ke daerah-daerah. Berkelana bermakna melakukan perjalanan tanpa tujuan tertentu.

Kami kutibkan dari pusat bahasa : (Makna harafiah)

—————————

ke·la·na n mengadakan perjalanan ke mana-mana tanpa tujuan tertentu; kembara;
alam olahraga dng berkelana masuk keluar hutan, naik gunung turun gunung,

biasanya untuk kesenangan atau sbg latihan;
ber·ke·la·na v pergi ke mana-mana; mengembara: ia ~ masuk hutan keluar

hutan, naik gunung turun gunung;
me·nge·la·na v berkelana;
pe·nge·la·na n orang yg berkelana; pengembara

——————————–

Setelah menjabat : Bertapa di keramaian atau jika ada keramaian. Karakteristik ini menunjukkan bahwa setidaknya tokoh ini berlatar belakang agamis (atau akademik?). Tampaknya, tokoh ini tidak menyukai penyelesaian “cuci langsung” jika ada keramaian/huru hara, sebaliknya menempuh cara-cara keagamaan/rekonsiliasi. Tapa Ngrame artinya bersikap seperti pertapa/sufi namun terjun ditengah-tengah masyarakat, dan tidak menyepi/mengasingkan diri)

Kemungkinan lain dari kata-kata ” tapa ngrame ” adalah bermakna jika di acara resmi, -mungkin- sering terlihat sedang berdzikir/melakukan aktivitas religius/ada ciri atau sikap religius.

_____________________________________

Kutipan dari Serat Jayabaya:

tiap bulan Sura sambutlah kumara (kumara=orang muda (sansekerta))
yang sudah tampak menebus dosa dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua (mungkinkah lebih muda dari Bung Karno ? Bisa ya bisa tidak, aspek orang muda disebut orang tua lebih menonjol disini)
warisannya Gatotkaca sejuta (sejuta orang “super”, mungkin karena pendidikan yang semakin baik, anggaran pendidikan sudah 20%)

ludahnya ludah api, sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi
garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja

pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti
mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman

Soeharto sebagai pribadi adalah pribadi yang hangat dan sering tersenyum. Beliau adalah presiden kita yang di mata pemimpin seangkatannya merupakan pribadi yang dihormati dan punya hubungan pribadi yang baik.

Ketika beliau sakit di penghujung usianya, tak kurang Lew Kwan Yue dan Mahatir Muhammad datang membesuk, meskipun beliau tidak lagi berkuasa.

Memyambut mereka berdua, pak Harto hanya mampu tersenyum dan menitik-kan air mata.

Di penghujung hidupnya, pak Harto memang seperti tersisihkan. Sakit dan didera isu hukum adalah bagian terakhir dari episode hidup beliau. Beliau juga terkesan tidak berusaha dengan keras untuk memperbaiki keadaan, beliau seperti berharap, waktu yang akan menyembuhkan segalanya.

Setelah wafatnya beliau tahun ini, banyak dari kita yang tersadar bahwa beliau adalah sosok yang begitu kita kenal, seolah-olah kita masih melihat kehadiran beliau di televisi di rumah kita. Entah pada saat beliau berpidato, menerima tamu negara, atau ketika beliau memimpin dialog dengan petani dan rakyat kecil.

Dialek bicaranya yang khas dan cara berpikir beliau yang sistematis telah mewarnai keseharian hidup bangsa ini dan mengajarkan kita bagaimana mengelola hidup dan ekonomi bangsa.

Tidak bisa kita pungkiri bahwasanya di era kepemimpinan beliaulah Indonesia demikian disegani oleh negara tetangga. Kita seolah teman yang baik dan sekaligus big brother bagi negara sekawasan.

Seperti itu jugalah nampaknya dari awal pak Harto menempatkan diri dalam hubungan pribadi beliau dengan pemimpin seangkatan. Pribadi yang berwibawa.

Yang menghormati dan dihormati.

Karena itu, terasa kejamlah bangsa ini memperlakukan beliau di kala beliau tidak lagi sebagai pemimpin kita. Jatuhnya beliau karena tidak mampu lagi menjawab perubahan zaman, bukan berarti harus di hujat dan diperlakukan tidak semestinya.

Kekurangan beliau -pada akhirnya- adalah kekurangan semua juga. Orang baik dan berniat baik belum tentu menempuh cara yang terbaik. Pasti ada kegagalan.

Demikianlah jasa beliau seolah terlupakan dan terhapus oleh tuntutan menyegerakan segala sesuatu dan keharusan-keharusan yang dipaksakan.

Di tahun 1977, ketika kita adalah “negara minyak”, kemakmuran rakyat dan akselerasi kesejahteraan rakyat di tahun-tahun berikutnya seperti menjadi mantra keberhasilan pak Harto di mata rakyat dan dunia internasional.

Keterangan Gambar : Sebesar daerah arsiran itulah kemakmuran kita

di masa Pak Harto memimpin.

Windfall dari oil profit inilah yang kemudian dipergunakan untuk mengakselerasi pembangunan di segala bidang. Dengan cerdik pak Harto memprioritaskan sektor pertanian dan pangan menjadi fondasi pembangunan tahapselanjutnya. Kita menjadi negara yang berhasil dan disegani, pangan murah, energi murah, politik stabil, dan rakyat mudah mencari penghidupan.

Sekarang di tahun 2008, jauh setelah melalui masa reform, keadaan nampak mulai membaik dan sinyal-sinyal kebangkitan mulai terdengar dari segala penjuru dan sektor. Kita nampaknya telah “memaafkan” semua kesalahan masa lalu, termasuk pak Harto, dan kita mulai bersiap (untuk) sebuah era keberhasilan bangsa yang baru, yang mungkin melebihi ekspektasi pak Harto dahulu.

Pak Harto menyayangi rakyat dan tahu betul kesulitan rakyat. Mungkin karena terlalu sayang itulah, kita jadi anak bangsa yang manja dan terlalu mudah mencapai sesuatu. Kita mudah terlena dan mengira semua itu akan berlangsung selamanya. Namun ternyata tidak, diperlukan evaluasi setiap waktu.

Jika kita melihat tabel di atas, dapatlah kita menyimpulkan bahwa trend kemakmuran karena oil factor, sangat dipengaruhi oleh trend komsumsi energi yang terus meningkat. Kejatuhan pak Harto, salah satunya, bisa dilihat dari kacamata ini.

Sebenarnya kalau kita bisa menggeser oil factor menjadi energy factor, mungkin kita bisa mencapai kemakmuran dahulu bahkan melebihinya. Satu hal bahwa kita negara tropis, energi surya adalah kelebihan kita. Kalau pemerintah memulai sekarang insentif industri sel surya, sebagai rencana jangka panjang, kami meyakini, kita tidak akan tersandung untuk yang kedua. Yakni ketika cadangan gas dan batubara kita juga pasti akan habis/terpotong kenaikan konsumsi.

Sebelum itu terjadi (meski +/-50 tahun lagi) saya yakin trend konsumsi energi melampaui produksi energy bisa lebih cepat terjadi. Karena penduduk kita makin banyak dan industri haus energi (Hi Tech) makin menjadi trend di depan.

Sebagai Bonus, dengan Energy Strategy yang berbasis keunggulan komparatif ini, kita memperoleh surplus lingkungan. Mengingat Global Warming sudah didepan mata kita semua. Yang ini jangan sampai menunggu 50 tahun. Karena setelah 50 tahun, mungkin banyak pulau-pulau kita yang tenggelam.

__________________________________________

Kemunculan satria piningit ditandai dengan proses “Pingitan”, yakni adat pernikahan, dimana sang pengantin harus melalui masa “tertutup” baik dari komunikasi umum terutama terhadap calon pasangannya.

Jika kami menengok masa ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Kaster TNI nampaknya tidak ada yang akan menghambat SBY menjadi Panglima TNI. Semua nampak mulus-mulus saja akan terjadi pada karier SBY.

Karena itulah sempat syok juga SBY, ketika Gus Dur “membelokkannya” ke jabatan Mentamben, padahal belum ‘tuntas’ karier militernya.

Ungkap SBY ketika itu, “Beri waktu saya 3 bulan untuk mempelajari bidang ini…”, menyiratkan bahwa yang dihadapinya tidaklah pernah terpikir akan menjadi tanggung jawabnya.

Bagi kami, inilah masa SBY mulai menjalani proses “Pingitan”, proses dimana perenungan dimulai, proses dimana semua dimulai lagi dan harus dihitung ulang. Waktu itu tahun 1999.

Namun sejarah berkata lain, SBY sejak menjadi komandan pasukan perdamaian PBB di Bosnia adalah salah seorang calon pemimpin masa depan ABRI/TNI. Karena itu karier sebagai Mentamben seolah-olah langkah “masuk kotak” bagi seorang jenderal TNI.

Perlahan namun pasti seiring perubahan politik yang terjadi SBY naik ke RI-1, mengalahkan mantan atasan-nya Megawati, publik tidak terlalu heran. Mengapa ? Karena meski “hanya” sebagai pembantu presiden, orang tahu kualitas kepemimpinan SBY, melebihi banyak seniornya. Dialah Satria Piningit, Satria yang orang banyak sudah tahu dia bakal calon “pengantin”, namun demi adat/keadaan ia harus rela “menutup” diri.

-%0%-

Istilah “pengantin” juga bermakna bahwa yang akan dilalui Sang Satria tidak akan mudah. Dalam simbol metafisis, jika anda bermimpi menjadi pengantin, maka anda akan melalui masa “sukar” dan penuh perjuangan ke depannya. Dan lihatlah, masa kepemimpinan SBY yang penuh cobaan luar biasa.

Baru mulai menjabat, tsunami melanda, (namun atas prestasinya memimpin proses pemulihan Aceh, SBY diakui oleh BusinessWeek sebagai “bintang asia” sebagai Indonesia’s Crisis Manager). Belum lagi “bencana aneh” seperti Lumpur Lapindo dan Krisis Minyak Dunia).

Lihat juga wawancara SBY dengan pers luar negeri. tentang Triple Track Strategy, yang mengingatkan kami tentang istilah trisula pada Jangkar Jayabaya.

Hamong Tuwuh bagi kami bermakna “membina” para pengikut. Kita lihat apakah, hasil pilihan SBY akan menjadi tokoh-tokoh masa depan Indonesia. Orang-orang seperti Jaksa Agung Hendarman Supanji, Gubernur BI Boediono, Menpora Adyaksa Dault, Menkominfo Muhammad Nuh, Menko Perekonomian Sri Mulyani atau Kapolri Jendral Polisi Sutanto…

Bagi kami, orang-orang ini, adalah sebagian dari orang-orang yang berkualitas sekaligus punya integritas sebagai orang “bener”…(perfect for his/her job)

______________________________________

Baru: Update 19 Maret 2009

Kutipan dari Serat Jayabaya:

selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu(8), ngasta(2) manggalaning(9) ratu(1)) (1928 tahun Jawa Saka =2006)
akan ada dewa tampil berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu

sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur

lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut (krisis moneter yang berlarut-larut)
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu rakyat

asalnya dari kaki Gunung Lawu (Pacitan ada di kaki luar gunung Lawu)
sebelah timurnya (ada) bengawan (Pacitan)
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda

banyak orang digigit nyamuk, (wabah demam berdarah)
mati banyak orang digigit semut, mati (virus flu burung?)
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris,
berebut garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk
yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang (hamong tuwuh)
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat

bergelar pangeran perang (Letnan Jendral)
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan

putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu) (Lulus S3 IPB)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia berpedoman pada trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon (Jusuf Kalla) dan Noyogenggong (?=Boediono)

_________________________________________

Catatan Politik19: Tulisan ini ditujukan untuk mengangkat kembali khazanah budaya Nusantara yang selama ini nyata beredar dari mulut ke mulut sebagai bahan obrolan rakyat kecil. Sebenarnya, jika ada yang mengatakan tidak percaya ramalan atau prediksi dan menganggap karena inilah bangsa kita tidak maju-maju, maka berarti ia tengah memandang sebuah karya sastra biasa sebagai layaknya sebuah hal yang terlalu penting. Bagi kami ramalan Jayabaya, terlepas dari benar tidaknya, adalah fakta sosial menarik yang sayang jika dibuang atau disingkirkan. Sama derajatnya jika anda menyukai kisah humor, akan kesal anda jika waktu bercerita, anda lupa ceritanya, dan jadi nggak lucu lagi. Nggak asyik lagi obrolan anda.

Mengenai orang ofensif yang menuduh karena pola pikir percaya ramalan seperti inilah yang membuat bangsa kita tidak maju-maju, maka sebaliknya adalah “kok anda membaca tulisan ini sampai disini ? Berarti anda tertarik juga bukan ?”

Bangsa ini memang unik, sama uniknya dengan bangsa lain. Bukan berarti kita salah. Faktanya, jika anda mengelak bahwa bangsa ini memang menyukai obrolan tentang ramalan, bagaimana kok bisa Mama Lorentz bisa nampang di TV tiap awal tahun ? Dan bagaimana bisa SMS Meramal mencapai income puluhan milyar rupiah ? Anda jelaskan sendiri ….

Satu hal lagi yakni mengenai tuduhan bahwa ramalan Jayabaya tidak ilmiah atau tidak rasional. Coba anda baca mengenai bintang kemukus diatas, bagaimana orang yang tidak rasional (Jayabaya) bisa mengkalkulasi hadirnya suatu siklus sejarah dikaitkan dengan kehadiran fenomena astronomi tepat pada arah mata anginnya ? Jangan-jangan ilmu beliau mengenai astronomi ratusan tahun yang lalu mengenai siklus kehadiran komet tertentu sudah lebih canggih daripada orang barat.